Satu keluarga sedang makan malam. Mereka bahagia dan tertawa-tawa
gembira. Si Ibu keselek saking senangnya. Oh, masing-masing tertawa pada
layar hape. Selama makan malam, yang terdengar hanya denting sendok
garpu, minuman yang disedot, cekikikan kecil, dan suara keypad
handphone. Harmonis kah?
Papa sibuk kirim imel, mama main Facebook, anak pertama ngakak baca
update-an Twitter, anak kedua menyumpal kuping dengan earbud, gembira
sekali. Anak bungsu bibirnya monyong-monyong. Lagi membantai tentara
Iraq di PSP, katanya. Ow, nenek gak mau kalah! Dia dengerin radio, dari
hape juga.
Kakek memperhatikan mereka satu per satu. Bibir menyunggingkan senyum.
Tapi mata menyiratkan duka. Dia melirik satu majalah, dan membaca
judulnya, pelan. Untung judul artikel itu hurufnya besar. Kakek tak
membutuhkan kacamata bacanya.
“Teknologi: Mendekatkan yang jauh. Menjauhkan yang dekat?”
Kakek menarik napas dalam. Hidungnya samar-samar membaui aroma kopi
tubruk, tawa hangat, pelukan sahabat, dan percakapan di tengah malam
buta. Aroma kopi terus menghanyutkan pikiran kakek, menuntunnya ke
labirin masa lalu. Di masa semua masih sederhana, dan satu pelukan masih
berharga. Kakek ingat saat berdebat dengan Nenek, menyekolahkan Papa ke
UI, atau ITB? Membeli rumah di pinggiran kota, atau di tengah kota?
Sekarang, nenek lebih cinta dengan hp ber- radionya. Kakek mendesah.
Hembusan dingin di tengkuk melemparkan Kakek ke sofa empuk masa kini. AC
kafe ini sangat dingin. Sedingin istri-anak-cucunya. Salah
siapa? Tiba-tiba Papa berseru senang. Suara pertama yang dia keluarkan. ”
YES! Tender berhasil! Thank you BlackBerry” Kakek berharap, dia yang
dipeluk, bukan si BlackBerry. Tak lama, Mama juga berteriak “Aku dapet
kristal baru! Diskon 50%! Thanks, FB!” Kakek ikut senang, walau dia tak
mengerti, apa itu fb?
Makan malam selesai. Papa yang membayar. Semua senang. “Papa, minggu
depan ikut lagi, ya? Kan enak kalo kumpul gini..” Kakek tersenyum.
Pahit. Buat Kakek, makna berkumpul adalah ngobrol dengan manusia. Bukan
menertawai layar hp, olahraga jempol, menyumpal kuping dan senyum
sendiri. Ah, tapi Kakek tetap senang masih bisa berkumpul. Keluarga. Itu
yang terpenting. Teknologi tak akan pernah bisa menggantikan sentuhan
hangat dan senyum tulus.
Kakek sudah tak sabar makan malam bersama lagi. Dia punya satu rencana
besar. Begitu bergairahnya, jemari Kakek sampai bergetar. Tremor.
Tapi, tak pernah lagi Kakek diajak makan malam bersama. Kakek sedih.
Keluarganya memusuhinya. Padahal, Kakek berniat baik. Papa terpaksa
harus beli 5 hape lagi, satu PSP buat si bungsu, dan satu iPod baru.
Kakek telah melempar barang-barang itu ke panci Shabu-shabu.
Walaupun sedih, Kakek senang. Tindakannya sudah membuat mereka semua “berkomunikasi”. Face to face, tanpa bantuan teknologi.
Sebelum meninggalkan mereka yang sedang marah-marah, Kakek bilang
“Teknologi harusnya mendekatkan yang jauh, dan semakin mendekatkan yang
dekat.”
— Broken gadget, that you can replace easily. But we only have limited time with family. They won’t stay with you forever.—
http://amrazing007.tumblr.com/post/21971415165/kakek-dan-teknologi
Kakek dan Teknologi
Diluncurkan oleh
Starbucks' Blog
|
Labelnya:
Article Starbucks,
Cerita Starbucks,
Renungan Starbucks
Read User's Comments0
Langganan:
Postingan (Atom)